Dalam beberapa hal, sifat air mirip dengan rezeki.
Dalam takaran yang pas, air sangatlah bermanfaat.
Tetapi hujan badai, banjir bandang, dan tsunami bisa menjadi azab.
Demikian juga dengan rezeki. Tapi siapa yang peduli?
Rezeki yang bersih, seperti air bersih yang semakin sulit didapat.
Tetapi sesulit apapun, upayakanlah dengan sungguh-sungguh.
Karena itu semua berpengaruh ke kesehatan kita, lahir dan batin.
Dan sesulit apapun upayanya masihlah tidak sebanding dengan resiko penyakit akibat dari air yang kotor.
Rezeki yang halal dan barokah seperti air segar yang menyehatkan,
haruslah memperhatikan darimana air diambil,
bagaimana menyimpannya, sudah benarkah cara penggunaannya,
cara penyaringannya, cara pembuangannya,
apakah orang lain yang kehausan sudah dibagi, dan seterusnya.
Rezeki yang baik seperti air yang terus mengalir memberi manfaat.
Air yang diam, apalagi yang tertutup akan berbau busuk tempat penyakit.
Buat apa menyimpan air jauh melebihi kebutuhan?
Berapa banyak air yang akan kita pakai sendiri?
Semua pasti ada pertanggung-jawabannya.
Rezeki adalah rahmat Ilahi.
Rezeki bukan surga neraka.
Manusialah yang menjadikannya surga neraka.
Bahkan manusialah yang membuat rezeki menjadi azab.
Bila manusia adalah sumber keluh kesah, iri dengki, dan prasangka buruk,
maka rezeki adalah mata air utamanya.
Bila manusia adalah sumber keputus-asaan, kebimbangan, keingkaran,
maka rezeki adalah mata air utamanya.
Jika dunia adalah sumber penderitaan, maksiat, dan permusuhan,
maka rezeki adalah mata air utamanya.
Jika dunia adalah sumber fitnah, pengkhianatan, dan segala keburukan,
maka rezeki adalah mata air utamanya.
Sumber-sumber rezeki adalah milikNya belaka.
Ikhtiar dan doa adalah cara mengambil rezeki dari sumbernya.
Tak patut jika seseorang mengatakan kaya karena ikhtiarnya sendiri.
Tak mungkin dia berhasil jika Si Empunya tidak memberikan sumbernya.
Sang Pengaturlah yang menentukan rezeki makhluk.
Apakah diberikan di dunia, atau untuk bekal kelak.
Sesuai hukum kekekalan energi, tidak ada amal perbuatan yang hilang.
Termasuk doa, pikiran, dan niat semuanya rapi tercatat tersimpan.
Baik buruk semua akan mendapat balasan, entah di dunia atau di sana.
Pernahkah terpikir bahwa nikmat dunia bisa mengurangi rezeki akherat?
Bila benar begitu, mungkin kita tidak akan mudah meminta rezeki dunia,
ataupun berkeluh kesah dengan derita dunia.
Karena nikmat dan derita akhirat jauh lebih besar tak terkira.
Rezeki bukan hanya berbentuk harta benda saja.
Banyak rezeki yang lebih besar yang bahkan tak terbeli oleh uang.
Kesehatan, keamanan, keharmonisan, ketenangan, hidayah ilmu, dst.
Tetapi manusia cenderung kurang bersyukur dan ingkar nikmat.
Ingkar nikmat menghalangi rahmat dan hidayah yang harusnya didapat.
Bahkan bisa mengundang azab, akibat banyak nikmat yang dilupakan.
Rezeki sedikit atau banyak jangan terlalu menjadi masalah.
Rasa syukurlah yang membuat hidup ini nikmat.
Sesungguhnya semua yang disyukuri itulah rezeki.
Dan semua yang tak disyukuri itulah azab.
Rezeki adalah alat untuk mencapai tujuan hidup.
Manusialah yang menjadikannya tujuan hidup, alangkah sesatnya.
Andaikata rezeki adalah tujuan, pasti Sang Utusan hidup kaya raya.
Habis waktu hidup manusia sia-sia siang malam mengejar rezeki.
Mengetahui tujuan hidup sejati barulah hidup itu berarti.