Apabila naik dari lantai bawah ke lantai atas,
maka pemandangan yang terlihat pasti akan berbeda.
Dan perbedaan pemandangannya bisa jadi sangat jauh sekali.
Demikian juga dengan alam rendah dan alam tinggi.
Nilai-nilai yang dipegang teguh bisa berlainan sama sekali.
Apa yang dihargai di alam rendah bisa sama sekali tak dihargai,
atau bahkan bisa dianggap merendahkan, di alam tinggi.
Gambaran perbedaan nilai dapat dilihat seperti ini:
Si miskin dan si kaya sama-sama memikirkan uang setiap hari.
Si miskin membutuhkan uang untuk hidup.
Si kaya membutuhkan uang untuk mengisi hidup.
Cara pandang si kaya dan si miskin tentang uang sangatlah berbeda.
Juga nilai-nilai kehidupan mereka pastilah berbeda jauh.
Di satu alam saja cara pandang dan nilai-nilai bisa jauh berbeda.
Apalagi jika berbeda alam, alam rendah dan alam tinggi.
Sungguhlah menyesal mereka yang memandang tinggi sesuatu yang kelak justru akan dipandang rendah.
Lalu bagaimana caranya mengetahui mana yang bernilai dan yang tidak?
Jelas ini bukan perkara mudah dan mungkin malah menyakitkan.
Setiap orang lebih suka untuk memanjakan dirinya sendiri.
Dan hampir-hampir tak ada manusia yang suka menyakiti diri sendiri.
Bahkan untuk kebenaran sekalipun.
Setiap naik satu anak tangga, maka satu pijakan dilepaskan.
Setiap naik satu anak tangga, pemandangan berubah perlahan.
Dan demi keselamatan maka tangan tak boleh lepas dari pegangan.
Anak tangga adalah cara pandang.
Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi,
maka cara pandang lama harus ditinggalkan atau diperbaharui.
Dan pegangan tangan adalah ritual-ritual yang haruslah tetap dilaksanakan demi keselamatan.
Maka hanya hidayahlah yang dapat dimintakan sebagai penolong jiwa.
Dan kalau beruntung, dapatlah dijinkan untuk sekedar mengintip keadaan yang sebenarnya di alam tinggi.
Atau sambil menunggu, tekun mempelajari ajaran-ajaran tinggi.