Di dunia ini sering terjadi sesuatu yang terputar balik.
Mereka yang seharusnya menghormati, malah minta dihormati.
Mereka yang seharusnya melayani, malah bersikap seolah tak peduli.
Pelayan yang bersikap seperti sekuriti.
Petugas keamanan yang menimbulkan rasa tak nyaman.
Sopir-sopir yang memperlakukan penumpang seperti barang.
Dan seterusnya dan seterusnya masih banyak contoh-contoh lainnya.
Terutama mereka yang menjadi abdi masyarakat, malah bersikap seperti raja-raja kecil.
Mungkin perlu ditekankan lagi konsep pelayanan yang benar.
Antara lain yang seperti ini:
Bahwa pelanggan adalah raja.
Bahwa melayani adalah suatu kehormatan.
Bahwa profesionalisme haruslah dijunjung tinggi.
Bahwa pelayanan adalah mempermudah, bukan mempersulit.
Bahwa harga diri lebih penting daripada jual diri dan jual instansi.
Bahwa mengalah bukan berarti kalah, justru langkah untuk menang.
Bahwa rendah hati bukanlah rendah diri, dan jelas bukan rendah pribadi.
Bahwa kehalusan budi pekerti jauh lebih berharga dan jauh lebih bermanfaat daripada kekerasan hati. Dan seterusnya dan seterusnya...
Juga bahwa menghormati orang lain adalah sikap dari orang terhormat.
Juga bahwa kehormatan itu berasal dari diri sendiri, bukan dari orang lain.
Juga bahwa pelayanan adalah menghormati tanpa peduli orang lain tak menghormati.
Tentu saja hal di atas bukan monopoli dari sektor pelayanan.
Melainkan itu adalah nilai kebaikan budi pekerti yang bersifat universal.
Akan tetapi nilai-nilai tersebut sudah mulai menipis di budaya masyarakat.
Dan mengingat fungsi profesionalismenya, maka sektor pelayanan menjadi tempat yang tepat untuk memasyarakatkan kembali nilai-nilai kebaikan tersebut.
Dan selanjutnya agar dapat menjadi pemicu ke seluruh sektor masyarakat.
Sekali lagi...
Melaksanakan konsep pelayanan yang benar adalah kehormatan bagi sektor pelayanan.
Sekaligus menjadi tolok ukur dari kesuksesan profesionalismenya.
Terutama bagi mereka yang mengklaim dirinya sebagai abdi masyarakat.